Tambang bawah tanah GBC, misalnya, dengan kapasitas produksi yang sangat tinggi yakni di atas 100 ribu ton per hari, harus didukung adanya ventilasi udara yang cukup besar.
Alat berat yang beroperasi di sana sangat banyak sehingga membutuhkan ventilasi besar.
Hal ini berdampak juga pada kebutuhan biaya yang besar. Oleh karena itu, perusahaan beralih dari semula menggunakan rubber tire atau track dengan emisi menjadi memanfaatkan kereta otomatis
Dengan begini, kebutuhan untuk ventilasi udara tidak harus sebesar saat perusahaan menggunakan track dengan kebutuhan gas buang yang cukup besar.
5G Mining menjadi teknologi baru yang diterapkan di sektor pertambangan akhirnya diluncurkan PT Freeport Indonesia bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) pada Kamis (1/9).
Teknologi ini memungkinkan penambangan dilakukan secara aman dan nyaman melalui teknologi canggih yang dikendalikan dari jarak jauh menggunakan teknologi 5G.
Jaringan akan bekerja melalui multiple-input dan multiple-output sehingga memungkinkan lebih banyak ruang bagi perangkat pengguna untuk mendapatkan kecepatan data yang lebih tinggi.
Pemanfaatan teknologi 5G Mining ini sebelumnya melalui pembaharuan infrastruktur, penguatan jaringan, dan pengembangan platform untuk mobile edge computing.
Dengan demikian, teknologi ini dapat mengendalikan berbagai mesin dan kendaraan di tambang bawah tanah dari jarak jauh, termasuk dari atas permukaan tanah serta menggerakkan berbagai perangkat secara otomatis.
Selain itu, teknologi 5G juga memungkinkan PTFI memonitor dan mencegah risiko kecelakaan kerja melalui optimalisasi penggunaan kamera yang terhubung dengan kecerdasan buatan.
Baca Juga: Pertemuan DEMM Hasilkan Dokumen Kesepakatan Pembahasan Konektivitas Digital hingga Aliran Data lintas Batas
Walau begitu, 5G Mining sebatas trial concept untuk membuktikan pertambangan dapat memanfaatkannya.