Digitalisasi Pertambangan Tembagapura, Freeport Indonesia Kendalikan 30 Persen Produksi Jarak Jauh

Dibaca: 631 x

Digitalisasi Pertambangan Tembagapura, Freeport Indonesia Kendalikan 30 Persen Produksi Jarak Jauh
Digitalisasi pertambangan di Tembagapura, Freeport Indonesia kendalikan hingga 30 persen produksi jarak jauh. - Foto: ANTARA/Lia Wanadriani Santosa

AnambasPos.com — DIGITALISASI kini diterapkan di berbagai sektor industri, termasuk pertambangan.

Di kawasan Tembagapura, Mimika, Papua, misalnya, PT Freeport Indonesia mengendalikan sekitar 20-30 persen produksinya dari jarak jauh (remote).

SVP Underground Mine Operations PT Freeport Indonesia Hengky Rumbino menyatakan pemanfaatan teknologi ini salah satunya dalam pengoperasian loader.

Atau alat untuk memindahkan atau memuat material ke dalam jenis mesin lain di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Freeport (DMLZ).

BACA JUGA  Sudah tujuh balapan MotoGP berlalu tanpa ada rider Yamaha di podium teratas

Pengoperasian alat memanfaatkan serat optik (fiber optic) dan wifi.

Sebanyak 40 pegawai yang bertugas mengoperasikannya. Dari jumlah ini, sebagian perempuan berasal dari tanah Papua. Salah seorang di antaranya Lusi Arwakon.

Lusi yang memiliki latar belakang pendidikan Kesehatan Masyarakat dari Universitas Cendrawasih itu sudah mengoperasikan remote control technology di bagian loader mine selama 5 tahun terakhir.

Selama 8 jam per shift, dia duduk di kursi tanpa sekalipun boleh terganggu dengan ponsel maupun perangkat musik.

Menurut perempuan asal Biak itu, kesabaran dan produktivitas menjadi andalan utama para wanita agar dapat mumpuni bekerja di bagian loader.

Di GBC, saat ini terdapat ada 11 loader yang menampung material.

Tak hanya untuk loader, perusahaan juga mengoperasikan mesin penghancur bebatuan besar dari material tambang atau rock braker dan shut atau katup di bawah corong dari jarak jauh.

Sebanyak 20 pegawai bertugas mengoperasikan mesin penghancur batuan dan sekitar 5-10 orang untuk mengoperasikan katup.

BACA JUGA  Persiapan STQ IV Jemaja di Desa Air Biru Semakin Matang

Dari sisi produktivitas, Hengky tak melihat perbedaan kentara antara manual dan remote yang telah diterapkan sejak tahun 2006. Dia menyebutkan untuk loader, misalnya, kapasitas produksi per jam rata-rata 160 ton batuan dengan sistem remote.

Sementara bila dioperasikan dengan manual, produktivitasnya berada di angka 170 ton per jam.

Dia melihat jam kerja efektif pegawai lebih besar pada pengoperasian alat secara jarak jauh karena relatif tak banyak waktu terbuang untuk kegiatan seperti makan atau istirahat.

“Dia (pegawai) bisa kontinyu bekerja dan kita lihat rata-rata 10 jam effective working hours per shift yang kita punya dibanding sistem manual itu sekitar 9 jam,” kata Hengky.

BACA JUGA  Indonesia Masuk Urutan 3 Negara dengan NIM Perbankan Terbesar di G20

Perusahaan menerapkan digitalisasi atau otomatisasi salah satunya demi menjaga keselamatan kerja karyawan.

Mereka ingin memastikan beberapa pekerjaan di tambang bawah tanah yang berisiko tinggi untuk keselamatan dikonversi menggunakan teknologi digital.

Sejumlah kondisi di wilayah tambang yang berisiko ini seperti lumpur basah dan debu.

Pada masa lalu, lumpur basah pernah menyebabkan beberapa karyawan cedera berat yang menyebabkan fatalitas.

BACA JUGA  OJK Harus Bersinergi Majukan Perekonomian

Akhirnya, loader yang semula dioperasikan manual dikonversi agar dapat dikendalikan dari jarak jauh.

Otomatisasi juga dilakukan berkaca pada kapasitas produksi di area tambang.

 


sumber • Antara

Terhubung dengan kami

     


Pasang Iklan Banner klik DISINI