Percuma Lapor Polisi
Kasus MS dan Dian mendapat perhatian luas publik. Belakangan juga ramai ramai kasus ibu yang melaporkan anaknya dicabuli ayahnya di Luwu Timur namun polisi dianggap tidak bertindak. Di media sosial Twitter, hashtag atau tanda pagar (tagar) #PercumaLaporPolisi riuh disuarakan warganet.
Mereka menyinggung kasus-kasus yang baru mendapat perhatian polisi setelah viral di media sosial. Tagar itu juga diikuti dengan tagar #NoViralNoJustice dan #1Hari1Oknum.
Analis Media Drone Emprit, Abdi Astramaya mengungkapkan, tagar #PercumaLaporPolisi mulai muncul di awal Oktober 2021. Diawali kemunculan kasus pemerkosaan anak oleh ayah di Luwu Timur. “Di bulan Desember 2021, tagar ini ramai di beberapa tanggal. Paling tinggi ramai di tanggal 26 Desember. Isi yang muncul terkait isu hanya wajib lapornya pelaku kasus penganiayaan pelajar di Medan,” jelasnya.
Abdi melanjutkan, dengan menggunakan analisis Bot-o-meter, percakapan seputar tagar tersebut terindikasi organik alias murni dari suara netizen. Hanya sedikit akun yang terindikasi bot (robot). “Overall author bot Score-nya di angka 1,86 di 30 hari terakhir. Angka 1,86 dari skor maksimal 5 untuk percakapan yang terindikasi semua dilakukan oleh bot,” ungkapnya.
Sementara itu, dalam paparan akhir tahun 2021, Ketua Harian Kompolnas Irjen (purn) Benny Josua Mamoto mengungkapkan, viralnya kasus-kasus yang melibatkan anggota Polri memberi hikmah yaitu mempercepat proses reformasi kultural Polri. “Polri dipaksa untuk segera berubah dan beradaptasi dengan tuntutan masyarakat yang ingin semuanya serba cepat dan transparan,” kata Benny.
Sepanjang 2021, Benny mengakui pengaduan ke Kompolnas cenderung meningkat dan mayoritas adalah bidang reserse. “Hasil analisis dan evaluasi Kompolnas, penyebabnya adalah faktor profesionalisme, transparansi dan komunikasi kepada pelapor, terlapor dan pengacaranya,” kata Benny.
Dihubungi terpisah, anggota Kompolnas Poengky Indarti menyatakan, pimpinan Polri perlu menjadikan kritik masyarakat yang muncul melalui tagar di media sosial sebagai bahan evaluasi menyeluruh terhadap rekrutmen, pendidikan, dan kinerja anggota, sekaligus sebagai refleksi apakah mandat reformasi Polri, khususnya reformasi kultural Polri telah dilaksanakan dengan baik.
“Di zaman majunya teknologi digital ini, pengawas Polri tidak hanya pengawas internal dan eksternal, melainkan juga publik dan media. Pimpinan dan seluruh anggota Polri juga harus responsif, jika ada laporan atau pengaduan harus segera ditindaklanjuti. Jangan sampai pengadu tidak puas karena merasa dicueki, lalu memviralkan,” paparnya.
Tetapi di sisi lain, Poengky mengingatkan, publik harus hati-hati menyikapi informasi di medsos yang viral. Jangan sampai, informasi yang belum tentu kebenarannya, malah diyakini sebagai kebenaran, dan malah menjadi ‘trial by the social media’.
“Selain itu ada juga modus-modus jalur pintas untuk memviralkan dengan tujuan mendapat perhatian, padahal belum tentu sesuai fakta,” ujarnya.
Poengky melanjutkan, sensitivitas anggota Polri dalam menerima laporan masyarakat sangat penting. Apalagi kasus yang dilaporkan dugaan pencabulan terhadap anak, yang pelakunya berniat melarikan diri.
“Oleh karena itu kesigapan polisi untuk segera menindaklanjuti laporan dengan penyelidikan perlu dilakukan. Tentu saja jika sigap memproses laporan, maka menunggu adanya surat perintah bukan jadi alasan,” pungkasnya.