JAKARTA, AnambasPos.com – Pabrik mobil PT Sokonindo Automobile atau DFSK Indonesia diduga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak terhadap 47 orang pekerjanya. Demikian disampaikan oleh Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz, Jum`at (15/4/2022).
Pernyataan ini disampaikan Riden menanggapi pemberitaan di media nasional tanggal 14 April 2022 yang berjudul, “DFSK Bantah PHK Sepihak, Tegaskan Mantan Karyawan dapat Kompensasi-THR.”
“Bukti bahwa DFSK melakukan PHK secara sepihak, saat ini ke-47 orang buruh yang di PHK melakukan penolakan terhadap PHK yang dilakukan oleh perusahaan. Termasuk di dalamnya 7 orang pengurus serikat pekerja,” kata Riden. Dengan kata lain, PHK hanya keinginan sepihak dari perusahaan, dikutip dari RRI.co.id, Sabtu (16/4/2022).
Disampaikan, kasus ini bermula ketika pada tanggal 31 Maret 2022, para buruh yang saat itu masih bekerja dikumpulkan oleh manajemen dan diinformasikan jika di PHK. Padahal sebelumnya perusahaan tidak pernah merundingkan permasalahan ini dengan pihak serikat pekerja maupun pekerja yang di PHK. Pihak DFSK mengaku sudah memberikan pesangon dan THR pada para buruh yang di-PHK.
“Tahu-tahu mereka dipanggil dan diberitahu sudah di PHK. Kemudian saat itu juga uang pesangonnya di transfer ke rekening buruh yang bersangkutan,” kata Riden Hatam Aziz. Hal ini menurut Riden, semakin membuktikan jika PHK dilakukan secara sepihak. Karena pemutusan hubungan kerja jika tidak bisa dihindari, maka perusahan wajib berunding dulu dengan serikat pekerja. Sementara pada kasus buruh DFSK, mereka tiba-tiba di-PHK tanpa ada perundingan dengan serikat pekerja.
Dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja pernah mengeluarkan surat edaran yang isinya, untuk mencegah PHK akibat efisiensi yang terlebih dahulu dilakukan adalah mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur; mengurangi shift; membatasi/menghapuskan kerja lembur; mengurangi jam kerja; mengurangi hari kerja; meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu; tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya; dan memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Terpisah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK FSPMI) Ranto Afrianto menilai, PHK yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Selain tidak dirundingkan terlebih dahulu dengan serikat pekerja, kompensasi yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan. Pun perusahaan tidak pernah menunjukkan laporan keuangan perusahaan yang sudah diaudit oleh akuntan publik independen yang memperlihatkan sedang merugi selama dua tahun berturut-turut,” tegasnya.