Transfer Lambat, Pencairan Sendat

Dibaca: 1,797 x

Ilustrasi (foto : Internet)

Molornya transfer keuangan dari pemerintah pusat ke kas pemerintah daerah, menjadi sebab terjadinya keterlambatan pencairan keuangan setiap proyek-proyek pembangunan inprasrtuktur dan kegiatan-kegiatan belanja barang dan jasa di daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada saat ini.

Selain itu, tidak sesuainya antara asumsi penerimaan keuangan yang diketok palu, dengan realisasi akhir pada setiap tahun anggaran, juga menjadi penyebab terjadinya tunda bayar terhadap proyek-proyek  pembangunan inprastruktur dan kegiatan-kegiatan belanja barang dan jasa di daerah.

Sahihnya alasan itu, masih perlu ditelusuri lebih mendalam. Apakah itu memang benar adanya atau hanya isapan jempol belaka. Namun yang jelas, demikianlah alasan yang keluar menjadi statement resmi dari para pejabat terkait di daerah, ketika ditanyakan tentang mengapa anggaran proyek atau anggaran kegiatan barang dan jasa yang dikerjakan itu, uanganya belum dapat dicairkan. (Dana Transfer Pusat Terlambat, Pembangunan Terhambat. Portal Berita Kabupaten Banyuasin, Edisi 7 Oktober 2016).

Kondisi seperti itu, memang berlangsung sudah sejak lama sebelum-sebelumnya. Hanya saja, volumenya tidak terlalu mencolok. Sehingga,  tidak begitu kentara dan mencuat ke permukaan. Sangat berbeda dengan kondisi pada saat ini. Begitu sangat kentara dan lebih-lebih lagi,  pada empat tahun terakhir. Dirasakan semakin parah, efek dari Covid -19. (Kas Daerah Kosong, Bupati Natuna Minta Pemerintah Pusat Salurkan Dana yang Dijanjikan. Natindonews.com, edisi 21 Juni 2021).

Kabar yang santer beredar ke tengah publik di daerah adalah, pembangunan proyek-proyek inprastruktur atau kegiatan belanja barang dan jasa di daerah itu, tidak mendapatkan kepastian, kapan batas final pembayarannya. Meskipun di lapangan, proyek dan kegiatan itu, telah terealisasi dan rampung dikerjakan seratus persen. Pembayarannya,  baru akan dapat dibayarkan, apabila kondisi keuangan sudah memungkinkan. Bergantung dengan kemampuan keuangan daerah.

BACA JUGA  Calon Wali Kota Tanjungpinang Rahma Gelar Kampanye di Lapangan Diana, Ingatkan Janji dan Program Unggulan

Pengaruh dari kondisi itu, banyak kontraktor-kontraktor lokal yang enggan atau tidak mau ikut dalam proses pelelangan proyek-proyek di daerah. Hal tersebut pula, membuat dunia usaha bidang kontruksi menjadi lesu. Para kontraktor lokal  yang berkemampuan menengah ke bawah, lebih memilih untuk tidak terlibat dalam proses pengerjaan pembangunan proyek-proyek APBD. (195 Paket Proyek Tunda Bayar Kabupaten Anambas Dilunasi di APBD P Tahun 2022. Batamtoday.com, edisi 04 Maret 2022).

Hanya terdapat pengerjaan proyek-proyek berskala besar saja yang konon, dianggap prioritas dan urgen untuk dikerjakan. Proyek –proyek tersebut hanya mampu digarap oleh pengusaha kontruksi berskala besar yang notabene-nya, adalah para pengusaha besar yang datang dari luar daerah. Menikmati untung besar dan bersuka ria menghasbiskannya dengan berbelanja di luar sana. Duit besar bertabur di luar, tidak berputar di dalam daerah. Tidak berdampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Kalaupun ada, itu pastilah tidak seberapa.

Sementara, para kontraktor- kontraktor lokal gigit jari. Hampir sebagain besar prusahan-prusahaan kontruksi milik pengusaha lokal saat ini tiarap dan gulung tikar. Tidak lagi terlihat geliat aktivitas kontarktor-kontraktor lokal dari kalangan asosiasi pengusaha kontruksi seperti Gabungan Pengusaha Kontruksi Indonesia (Gapensi) atau Gabungan Pengusaha Kontruksi Nasioanal (Gapeknas) yang sibuk mengerjakan proyek-proyek di daerah. Sehingga, multiplayer effek terhadap ekonomi masyarakat kecil tidak terjadi.

Selain kerap molornya transfer pusat ke kas daerah, kabar menurunnya APBD juga terus bergulir ke tengah publik di daerah. Dana Bagi Hasil (DBH) misalnya, trend-nya terus mengalami penurunan. (Hasil Survei Lembaga Riset Reformainer Intitute). Apa yang menjadi argument meyakinkan, mengapa pemerintah pusat lambat melakukan transfer keuangan ke daerah, asumsi pendapatan APBD yang meleset, dan trend DBH yang terus menurun, tidak diketahui secara persis. (Asumsi RAPBD Anambas Tahun 2021 Menurun. IGN.NEWS.ID, Edisi 30 November 2020).

Dugaan sementara yang muncul ke permukaan menyebutkan bahwa, kondisi itu bisa saja dipengaruhi oleh adanya dua faktor utama, yakni pembangunan sejumlah proyek inprastruktur nasional, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)  yang saat ini tengah menjadi fokus pemerintah pusat. (Berita efek pembangunan inprastruktur jalan trans nasional dan IKN). (Defisit APBN dalam Pembangunan Inprastruktur, Pemerintah Harus Apa?, Portal Berita Himpunan Mahasiswa ITS, Edisi 16 Mei 2020).

Menyikapi kondisi itu, tentunya pemerintah daerah dituntut untuk lebih memperkuat komunikasi kepada pemerintah pusat. Harus memiliki jurus ampuh agar dapat menyakinkan pemerintah pusat, bahwa kondisi di daerah sedang ‘tidak baik-baik’ saja. Membutuhkan perhatian serius pemerintah pusat untuk memulihkan ekonomi pasca Covid – 19. Terlebih lagi, bagi daerah-daerah perbatasan yang serba mahal.

BACA JUGA  Gubernur Ansar Lepas Kafilah Pawai Ta’ruf STQH X di Karimun.

Semoga saja di tahun depan, terlambatnya transfer pemerintah pusat ke daerah itu, tidak lagi terjadi. Asumsi pendapatan tidak lagi meleset dan DBH beranjak meningkat. Sehingga, keberlangsungan proses pembangunan di daerah, dapat kembali berjalan normal. Dengan demikian, multi player effek terhadap geliat pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah, tetap berlangsung. Masyarakat kecil dapat memperoleh peluang tambahan penghasilan yang menggembirakan.



Terhubung dengan kami

     


Pasang Iklan Banner klik DISINI