JAKARTA, AnambasPos.com –Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengusulkan pembentukan omnibus undang-undang (UU) pertanahan. “Walaupun harapan kami bisa bekerja efektif, tetapi dengan UU yang lain sangat bertolak belakang,” kata Sofyan Djalil dalam rapat kerja bersama komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Dengan keterbatasan yang dimiliki ATR/BPN saat ini, Sofyan mengatakan perbaikan UU pertanahan diperlukan. Sehingga, dia mengusulkan dibuatkan omnibus UU pertanahan, yang selaras dengan UU kehutanan, UU pertambangan, UU sumber daya air hingga UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Alasan lain, lanjutnya, ATR/BPN merupakan petugas administrasi, sehingga kewenangan yang dimiliki sangat administratif. Jika terjadi dugaan pelanggaran hukum, maka ATR/BPN tidak dapat menanganinya. “Undang-undang nanti, kami berharap ada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS),” tukasnya.
Selain itu, UU itu juga mengatur tentang data digital yang dapat digunakan untuk pembuktian perkara di pengadilan.
“Sekarang tidak bisa, kalau ada masalah kita harus bawa dokumen kertas, walaupun sudah ada dokumen digital,” ungkap Sofyan.
Dia menegaskan berbagai persoalan yang terjadi tidak dapat diselesaikan oleh ATR/BPN; antara lain kasus dimana tanah-tanah yang diduga bersengketa dimasukkan ke dalam barang milik negara (BMN).
Pihaknya tidak dapat menyelesaikan itu, karena perlu persetujuan dari Kementerian Keuangan. Sementara masyarakat mengetahui bahwa persoalan tanah pasti menjadi urusan di ATR/BPN, tambahnya. “Padahal persoalannya di hulu, dimana kami tidak punya kewenangan,” ujarnya.
Dengan adanya omnibus UU pertanahan nanti, Sofyan meyakini persoalan-persoalan pertanahan di masyarakat dapat diselesaikan dengan mudah.
Batas Hutan
Sofyan Djalil dalam kesempatan itu juga menyinggung persoalan yang bersinggungan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Misalnya mengenai pemindahan batas hutan yang tidak dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Mungkin kalau bapak ke lapangan, kalau Kementerian Kehutanan memindahkan batas hutan segera laporkan, karena kalau ada perubahan tapal batas, orang BPN tidak dilapori,” kata Sofyan dalam rapat kerja bersama komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Sofyan mencontohkan sejumlah kasus yang menyeret petugas BPN ke ranah pidana, yang beririsan dengan kebijakan di sektor kehutanan. Kasus itu dimana sebelumnya Kementerian Kehutanan telah menetapkan batas hutan. Di samping hutan telah menjadi areal penggunaan lain (APL) dan dikeluarkan sertifikatnya oleh BPN. Namun tiba-tiba, Kementerian Kehutanan mengubah batas hutan dan memasukan APL ke dalam wilayah kawasan hutan. “Sertifikat sudah dikeluarkan dan itu kemudian dianggap perbuatan pidana,” kata Sofyan.
Dia mengungkapkan akibat persoalan seperti itu, pegawai BPN dihukum dua tahun penjara, karena mengeluarkan sertifikat APL disamping batas hutan. “Ketika dibawa ke PTUN, pihak Kementerian Kehutanan kalah dan sertifikat itu dianggap benar. Tetapi pegawai BPN itu sudah masuk penjara, bahkan oleh UU Tipikor harus dipecat,” kata Sofyan, seperti dilansir Antaranews.com, Kamis (17/2/2022).
Sofyan menegaskan pegawai BPN itu sudah melakukan tugas yang benar, tetapi disalahkan karena kebijakan perubahan tata batas hutan. Untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut, mengusulkan pembentukan Omnibus Undang-Undang Pertanahan. “Walaupun harapan kami bisa bekerja efektif, tetapi dengan UU yang lain sangat bertolak belakang,” jelas Sofyan.
Sofyan meyakini, jika UU Pertanahan dibuat Omnibus, maka persoalan-persoalan pertanahan di masyarakat dapat diselesaikan dengan mudah.