JAKARTA, AnambasPos.com – Anggota Komisi VII DPR, Diah Pitaloka mengatakan, pemasukan dari label sertifikasi halal saat ini dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menjadi bagian dari pendapatan negara dari produk domestik bruto (BDB).
“Jadi anggaran ini sama seperti KUA (Kantor Urusan Agama) menikahkan orang dan ada biaya nikah, langsung masuk ke anggaran pendapatan negara. Jadi bukan untuk dikelola lagi,” ujar Diah seperti dilansir Beritasatu.com, Selasa (22/3/2022).
Diah Pitaloka menjelaskan bahwa hasil pemasukan dari sertifikasi halal ini berbeda dengan dana haji yang merupakan dana masyarakat sehingga dapat dikelola lagi untuk kepentingan masyarakat yakni jemaah haji.
“Jadi sertifikasi halal itu ada aturan keuangannya dan yang menerbitkan daftar tarif halal itu adalah Kementerian Keuangan. Jadi kita senang banget sertifikasi halal ini ada daftar tarif sehingga transparan,” ucapnya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menuturkan, sebetulnya BPJPH Kemenag yang mengelola label halal ini dari sisi anggaran masih sangat rendah. Pasalnya, BPJPH harus mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur agar terintegrasi sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal.
Menurut Diah Pitaloka, label sertifikasi halal ini dikelola oleh berbagai lembaga yakni BPJPH, MUI, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) ini pelayanan harus ditingkatkan mulai dari SDM, laboratorium serta prosedur untuk mendapatkan sertifikasi halal harus lebih gencar disosialisasikan ke masyarakat.
“Jadi masyarakat tahu, selama ini orang enggak tahu mau daftar halal harus ke mana dan harus menunggu berapa lama,” ucapnya.
Menurut Diah Pitaloka, pelayanan sertifikasi halal ini harus ditingkatkan karena masyarakat masih kebingungan. Selain itu, akses harus dipercapat sehingga masyarakat tidak menunggu terlalu lama.
Selanjutnya, Diah Pitaloka juga mendorong agar ada kriteria yang jelas untuk sertifikasi halal ini, sehingga tidak semua produk harus disertifikasi. Hal ini untuk menghindari seperti kejadian klaim produk-produk mengaku mendapat sertifikasi halal.
Menurut Diah Pitaloka, agar lebih terinci dan terarah perlu kembali direviu Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) untuk membangun pemahaman bersama produk seperti apa yang mendapatkan sertifikasi halal.
“Membangun pemahaman bersama, label halal seperti kulkas atau televisi. Kriteria, harus diskusikan,” terangnya.
Diah Pitaloka juga menyoroti terkait dengan pemberian 25.000 sertifikasi halal gratis bagi usaha mikro kecil (UMK), melalui program Sehati (sertifikasi halal gratis) digagas BPJPH Kemenag.
Menurut Diah Pitaloka, pemerintah harus melakukan sosialisasi terkait dengan sertifikasi halal gratis tersebut. Pasalnya, informasi sangat dibutuhkan oleh UKM.