Tanah Kelahiran
Dalam cahaya senja ada lorong yang mengalirkan kerinduan
Aku berbisik pada waktu
Pada jarum yang setia mencium angka-angka
Tanpa bertanya tentang keberadaan perasaanku
Rinduku pada tanah kelahiran
Adalah rindu pada tangis pertama
Kala kubuka mata dan kulihat dunia
Lalu kubasuh dengan airmata mata air pekat Meranti
Maka rinduku pada tanah kelahiran bukanlah rindu biasa
Pada sebuah tempat yang dapat kuingat
Dan kubayangkan waktu terus mengalirkan kebisuan
Senja memutar aku menjadi sejarah
Esok, bila masih kutemukan pagi
Aku akan lebih merindukan tanah kelahiran
Yang kuhitung jaraknya semakin mengembang
Dan mengambang dalam anganku
Kota menjajakan berbagai kisah yang tak begitu kuminati
Dan membenamkan aku dalam sisa waktu hingga kering usiaku
Maka rinduku pada tanah kelahiran
Bukanlah rindu biasa
Rinduku pada tanah kelahiran
Sebesar cintaku pada tanah dan lautan Anambas
Yang kurawat bersama bagai sepasang bangau
Pada pucuk pohon bakaunya
Walau sakal
Jadi bekal
Yang kekal
Anambas, 17 November 2019
Di Sudut Pantai Kukenang Rinduku
Dimanakah?
Mata kail yang dulu kita lontarkan ke laut?
Lalu kita pancing harapan
Dimanakah jukung yang dulu kita kayuh?
Perlahan kita jemput impian
Menuju tengah samudra
Kini
Anak kecil dan bapaknya telah disapu renta
Rindu pada pagut batu karang di malam hari dan kerlip bintang laut yang tumpahkan cahaya semangat
Di malam hari kau ajak aku mengguris pasir dan menyela padang lamun
Amis bau laut berpendar aroma tubuhmu yang semakin layu
…
Laut jernih adalah rinduku pada angin dari selatan kala aku diajak menjaring harapan
Kini
Di laut
Hanya tersisa remah-remah harapan besar yang mungkin tak akan pernah kugapai kembali
Walau setakat menoleh kembali pada jarum jam yang telah terlanjur berputar jauh
Tentang aku tentang kau dan bau anyir kenangan itu
Hilang
Di sudut pantai
Kutemukan jejak-jejak keangkuhan sang penguasa
Remah-remah harapan telah menjelma kenangan
Batu karang pasir bahkan akar pohon bakau telah tercabut dari bayangnya
Menjelma gedung-gedung sombong
Angkuh
…
Aku bagai hilang akal
Dimana aku?
Kulihat
Di keliling pinggangku
Hanya air
Hanya gelombang
Hanya angin
Hanya harapan
Yang menyisakan
Mata air kerinduan
Di pesisir hatiku
Anambas, 2019
Tentang Penulis :
Sisworo Gautama Putra adalah nama asli dari Putra Constantine, lahir di Selat Panjang Kabupaten Kepulauan Meranti 7 Juli 1988. Anak pertama dari empat bersaudara. Ibu bernama Raden Supriati dan ayah Abdul Khalid Ar. Menempuh pendidikan terakhir di Universitas Tanjungpura Pontianak, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah pada 2007, lulus pada 2012.
Saat ini sebagai guru bahasa Indonesia di SMPN 4 Putik di Kabupaten Kepulauan Anambas. Menekuni dunia kepenulisan sejak kuliah. Diantara tulisannya antara lain jurnal ilmiah bersama dosen-dosen UMRAH diterbitkan di Jurnal FKIP Umrah berjudul “Nilai-nilai Islam dalam Novel ‘Umang’ Karya Fery Irawan AM” tahun 2016, “Antologi Puisi Seribu Guru ASEAN Menulis Puisi” tahun 2018, dan “Antologi puisi Sajak Cinta untuk Peneroka” tahun 2019.
Sebagai anggota Perkumpulan Rumah Seni Asnur (PERRUAS) yang menjadi titik awal keberaniannya mengirim puisi hingga tingkat nasional bahkan ASEAN. Ia aktif menulis dan mengirim naskah untuk diterbitkan. Perkumpulan yang diasuh oleh Asrizal Nur ini juga yang membawa penulis mengikuti acara bergengsi “Gerakan Seribu Guru ASEAN Menulis Puisi” di TMII.