Mengabaikan Pemuda, Menghianati Bangsa

Dibaca: 1,677 x

Ilustras
Editor • Redaksi   

Edisi Khusus Momentum Sumpah Pemuda

Sikap acuh tak acuh, low respon atau bahkan tidak mau ambil tau dan peduli sama sekali, terhadap nasib para pemuda yang ditunjukan oleh para oknum pemangku kebijakan serta para stakeholder terkait saat ini, semakin kentara dirasakan. Sikap itu muncul dari karakter induvidualistik atau mengutamakan kepentingan kelompok yang semakin menguat, seiring dengan kerusakan moral kehidupan berbangsa dan bernegara yang kian tergerus. Sementara, prilaku opertunis dengan gaya hidup yang hidonis, semakin tidak malu dipertontonkan ke publik.

Mereka yang bersikap abai terhadap nasib pemuda itu, adalah mereka yang bermental sebagai penghianat bangsa yang diwariskan oleh penjajah kolonial. (Perjuangan Generasi Muda Melawan Bangsa Sendiri, antaranews.com edisi 29 Oktober 2016).

Selain itu, miskinnya referensi pengetahuan sejarah perjuangan bangsa, juga diduga tengah dialami para oknum pemangku kebijakan dan para stakeholder terkait. Sehingga kehilangan spirit patriotik dalam mengemban amanah yang diberikan.

Inilah buah dari produksi politik yang cenderung mengarah pada materialistik dan kapitalistik. Tidak lagi merujuk pada kaderisasi dan kemapuan organisatoris sebagai sebuah proses system rekrutmen kepemimpinan. (Bangsa Besar Adalah Bangsa yang Mengenal Sejarah, linggakab.go.id, edisi 2 Maret 2015)

Itulah barangkali mengapa sebabnya, Bung Karno sebagai pemimpin visioner, jauh waktu sebelumnya, sudah mengingatkan kepada seluruh anak bangsa dengan selogan ‘Jas Merah’, sekali – sekali jangan pernah melupakan sejarah. Pemuda, bagi mereka yang tidak buta akan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, frase kata itu pastilah tidak mungkin dapat dihilangkan dari benak fikiran dan hati sanubari yang paling dalam.

Mengapa tidak. Sebab, para pemuda-lah yang dulu mengorbankan segalanya. Mengucurkan keringat dan air mata, menumpahkan darah, hingga nyawa berpisah dari raga. Demi untuk tegaknya sebuah cita-cita besar kemerdekaan dan tetap mempertahankan kemerdekaan itu, walau berkali-kali ingin kembali dirongrong.(Peran Pemuda dalam Perjuanagn Menuju Kemerdekaan, zerius.net, edisi 22 Maret 2022)

Muhammad Yamin misalnya, lahir pada 19 Agustus 1903. Dia adalah Ketua Jong Sumatera Bond pada Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II di Jakarta. Saat merumuskan teks Sumpah Pemuda 1928, usianya baru menginjak 25 Tahun. Dia adalah tokoh penting dalam sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, sebagai langkah masiv dari estafet pergerakan para pemuda Indonesia menuju kemerdekaan.

Bung Karno dan Bung Hatta, adalah tokoh central kemerdeakaan yang memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada saat itu, Bung Karo baru berusia 44 tahun, sedangkan Bung Hatta belum menikah.
Jenderal Besar Sudirman, Lahir Pada Tahun 1916. Pada Proklamasi kemerdekaan, usianya ketika itu 29 tahun. Dia diangkat Menjadi Jenderal Besar, Pemimpi Pertama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang hari ini bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Panjang sebelumnya, Jenderal Sudirman mengatur gerakan-gerakan strategis sebagai upaya penguatan pertahanan. Memimpin perang-perang gerilia, keluar masuk hutan, guna mengusir penjajah dari muka bumi Indonesia pada masa itu. Usianya juga adalah usia pemuda. (Sudirman, Panglima Besar TNI Pertama yang Terpilih Saat Berusia 29 Tahun, liputan6.com edisi 12 November 2021)

Bung Tomo, adalah tokoh pemuda yang memilih terjun langsung memimpin perang melawan penjajah yang ingin kembali berkuasa di tanah Indonesia. Dia memilih untuk berperang mempertahankan kemerdekaan, melawan tentara Inggris yang mencoba ingin kembali berkuasa di Indonesia. Peristiwa itu dikenal dalam sejarah Pertempuran 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.

BACA JUGA  Gubernur Ansar Minta LAM dan Masyarakat Kepri Doakan Rencana Pembangunan Inprastruktur Termasuk JBB Terealisasi

Dia merupakan pemuda yang mampu membakar semangat juang anak-anak muda Surabaya ketika itu. Pada saat itu, dia menjabat sebagai Kepala Departemen di Organisasi Pemuda Republik Indonesia, usainya ketika itu 25 tahun. (Apa Peran Bung Tomo di Perang Sirabaya 10 November 1945, detiknews edisi 10 November 2021)

Jika dilihat dari usia, Muhammad Yamin, Bung Karno dan Bung Hatta, Bung Tomo dan Jenderal Sudirman adalah refesentasi dari para pemuda bangsa pada saat itu, yang secara aktif dan masiv bergerak dan berjuang. Bisa dibayangkan, sebelum terjadinya proklamasi kemerdekaan, rentetan panjang pada usia 20-an sampai usia 40 -an, dihabiskan dengan kerja-kerja sulit dan payahnya perjuangan.

Para pemuda pada masa pra dan pasca kemerdekaan, telah menghadapi para penguasa yang jelas adalah penjajah. Setiap pergerakan selalu dikawal dan diintimidasi oleh pemerintahan penjajah kolonial. Karenanya, ada banyak tokoh-tokoh pemuda bangsa pada waktu itu ditangkap, diasingkan dan dipenjarakan dan bahkan dibunuh.

Namun demikian, tidak menyurutkan semangat para pemuda untuk melakukan perlawanan. Baik secara diplomasi, maupun perang fisik. Musuh para pemuda ketika itu jelas adalah, para penguasa yang dikendalikan oleh penjajah. (Tokoh – tokoh Indonesia yang pernah jadi Tahanan Belanda, Kompas.com edisi 19 Juli 2022).

Namun pada saat ini, dalam proses mengisi kemerdekaan, meskipun secara nyata para penguasa penjajah itu sudah hengkang, namun praktek – praktek oknum para pemangku kebijakan hari ini, yang bermental penjajah itu, masih saja tetap ada. Mereka tidak berorientasi sebagaimana layaknya menjadi seorang pemimpin, akan tetapi lebih merasa sebagai penguasa. Jika dikritik akan melakukan lapor balik kemudian meng-kriminalisasi rakyatnya sendiri. (Praktek Kriminalisasi Masih Berlangsung, bantuanhukum.or.id edisi 10 Februari 2016).

Sementara itu dengan lahapnya, mereka menghabiskan keuangan negara. Membungkusnya melalui berbagai macam program-program kamuplase menjadi proyek-proyek, untuk mengayakan diri sendiri atau kepentingan kelompok tertentu. Hal itu dapat diketahui, setelah tertangkapnya sejumlah oknum pejabat negara dan daerah yang korupsi uang APBN dan APBD. Paraktek korupsi itu adalah fenomena gunung es, yang tertangkap hanya sebagai kecil saja, sedangkan yang tidak tertangkap masih cukup banyak. Beginilah ciri-ciri para pemangku kebijakan yang bermental penjajah. Menguras kekayaan yang sebenarnya adalah milik rakyat, hanya untuk ‘membuncitkan’ perutnya sendiri. (Edhy Prabowo Menteri Jokowi Pertama yang ditangkap KPK)

Para Pemangku kebijakan bangsa hari ni, seakan lupa bahwa pemuda-lah sebenarnya yang merupakan potensi besar bagi kemajuan. Tanpa pemuda, bangsa ini bukan apa-apa. Pemuda-lah yang memiliki tenaga yang kuat untuk bekerja dan bergerak. Pemuda-lah yang memiliki durasi waktu luang yang cukup panjang untuk melakukan sesuatu. Pemuda-lah yang memiliki daya fikir, ide dan gagasan bernas dan cemerlang. Itulah mengapa, betapa pentingnya memahami sejarah sebagai referensi kepemimpinan. Bung Karno berkata, “ Beri aku sepuluh pemuda, akan kugoncang dunia,”. (Pemuda, Potensi Besar Kemajuan Bangsa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan edisi 28 Oktober 2016)

Betapapun melimpahnya sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia ini, jika tidak dibarengi dengan kekuatan sumber daya manusia pemuda-nya, maka segala kekayaan alam yang dimiliki tidak akan pernah menjadi apa-apa untuk kemajuan bangsa. Kekayaan alam akan terus ‘terjual dan terjarah’, dinikmati oleh negara asing, yang memiliki kemampuan produksi berbasis tekhnologi. Sementara kita, hanya menjadi negara penerima import, menjadi tujuan pasar negara –negara maju di dunia. (Sumber Daya Alam Indonesia Sudah Dikuasai Asing, surabayapagi.com edisi 4 Oktober 2021)

Tidak heran, kalau mengapa ada pihak-pihak yang khawatir jika pemuda kita bersatu, memiliki sumberdaya manusia handal dan menjadi kuat. Karena, akan dapat mengguncang dunia sebagaimana yang disebutkan oleh Bung Karno itu. Hanya mereka yang bermental penjajah atau asing- lah yang tidak senang melihat pemuda kita tumbuh menjadi kuat. Tidak ingin pemuda bersatu, memiliki sumberdaya manusia yang handal. Karena itulah, paraktek politik belah bambu masih saja terjadi di negeri ini, mahasiswa dibungkam, kekuatan-kekuatan sipil sosaety sebagai tempat berhimpun anak – anak bangsa yang notabenenya diisi oleh kaum muda, dengan sengaja dilemahkan. Agar kekuatan pemuda tidak benar-benar dapat terjadi. Ruang yang diberikan untuk pemberdayaan pemuda, sangat minim dan tidak menjadi prioritas, dalam kebijakan anggaran pemerintah. (Bantuan Kepemudaan Masih Minim dan Tidak Terarah, DPRD Kota Bandung, edisi 14 April 2016)

Akibatnya, pemuda kehilangan arah, karena memang tidak ada yang memberikan arahan dan ruang untuk mengaplikasikan dan mendedikasikan kemampuan dan skill-nya. Program-program pemberdayaan dan pembinaan pemuda, sangat rendah sekali persentasenya. Sementara, lapangan untuk pekerjaan sangat sulit dan terbatas. Buntutnya, pengangguran usia muda menganga. Potensi pemuda, tidak dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mendorong pertumbuhan dan kemajuan.

BACA JUGA  Heryana Abdul Haris Buka Kegiatan Stand Bazar MTQ VI Tingkat Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2020

Sebagai pemuda, tentunya tidak boleh berhenti, apalagi berputus asa. Tetaplah terus bergerak. Kesulitan dan kepayahan yang dihadapi saat ini, belumlah seberapa, bila dibandingkan dengan kesulitan dan kepayahan yang dihadapi oleh para pemuda pada masa pra dan pasca kemerdekaan. Menghadapi penguasa penjajah kolonial. Tetaplah mencari cara untuk kembali menemukan formulasi yang tepat, melalui konsensus bersama, sebagaiman ikhtiar yang telah dilakukan oleh para pemuda terdahulu sebagai panutan. Pemuda hari ini harus mampu menggeser dan mengambil alih estafet kepemimpinan, dari tangan-tangan para oknum pemangku kebijakan dan stakeholder terkait bermental penguasa yang bercokol di bangku-bangku empuk kekuasaan. (Pemuda Harus Optimis Menatap Masa Depan Indonesia, bantulkab.go.id, edisi 29 Oktober 2018).

Hingga apa yang didambakan yakni terciptanya sistem kepemimpinan yang benar-benar menjalankan cita-cita kemerdekaan, berorientasi pada berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkemufakatan dan berkeadilan sebagai mana yang menjadi amanat Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila dapat menjadi kenyataan. Indonesia sejahtera, adil dan makmur, masih memerlukan perjuangan panjang para pemuda. Bagaimana nasib negara ini pada masa-masa yang akan datang, ditentukan oleh cara para pemuda bertindak pada hari ini. Hasilnya, pemuda hari ini pula-lah yang akan menikmati kehidupan di masa – masa yang akan datang



Terhubung dengan kami

     


Pasang Iklan Banner klik DISINI