BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dinilai masih terlalu pasif dalam pengawasan politik uang. Padahal, pengawasan terhadap tindakan haram tersebut merupakan salah satu tugas dari Bawaslu. Seharusnya, jangan tunggu laporan dalam bertindak. Bawaslu harus bergerak lebih cepat dan aktif.
Mengingat, tugas Bawaslu adalah melakukan pengawasan Pemilu. Kalau semua harus menunggu laporan, lantas apa fungsi pengawasan Bawaslu? Begitu bunyi kritikan keras Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. (Sumber: Media Indonesia edisi 31 Maret 2019).
Pasifnya Bawaslu tersebut, membuat pencegahan money politic termasuk praktik mahar, tidak dapat dicegah secara maksimal. Bawaslu dinilai hanya menggelontorkan jargon dan pernyataan yang hanya bersifat populis semata. Penindakan terhadap Politik Mahar juga belum dirasa maksimal. Karena, sampai detik ini, tidak ada transparansi terkait apa saja yang sudah ditindak.
Hal itu mengakibatkan timbulnya pertanyaan di masyarakat terhadap nyali Bawaslu untuk melawan politik uang. Jika terus demikian, maka Bawaslu akan terus dinilai seperti macan ompong dalam penanganan politik uang.
Bawaslu dan juga aparat penegak hukum semestinya serius dalam mengatasi politik uang yang mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Minimal ada transparansi terkait apa saja yang dilakukan biar masyarakat tahu, bahwa Bawaslu dan aparat berkomitmen menindaklanjuti ancaman serius tersebut. Karena sampai sekarang tidak ada transparansi terkait apa saja yang sudah ditindak.
Sama halnya di Anambas. Benarkah tidak ada praktek politik uang yang tengah berjalan saat ini? Sebelumnya Bawaslu Anambas sempat mengendus adanya dugaan politik uang tersebut. Namun seperti apa dan bagaimana persisnya, tidak pernah dirilis ke publik Anambas secara tranparan.
Semoga saja Bawaslu Anambas tidak seperti Macan Ompong, yang tidak punya nyali untuk menindak tegas parktek politik uang. Sejumlah elemen masyarakat di Anambas sudah menunjukan komitmennya untuk mendukung menolak praktek politik uang tersebut. Karena merusak budaya demokrasi di daerah. Sehingga tidak lahirnya para pemimpin yang bermental militan dalam membela nasib masyarakat.