Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mendukung adanya wacana pemerintah untuk menaikkan harga Pertalite. Akan tetapi, Fahmy mengatakan penaikkan harga BBM bersubsidi harus diimbangin dengan kebijakan penurunan harga BBM Pertamax.
“Beban APBN subsidi energi sudah sangat besar, mungkin bisa Rp 600 triliun. Saya setuju harga Pertalite dinaikkan dengan catatan harga Pertamax diturunkan sehingga disparitas harga bisa Rp 1.500. Dengan ini, konsumen Pertalite akan migrasi ke Pertamax,” kata Fahmy seperti dilansir Katadata.co.id, Senin (15/8/2022).
Berbeda, Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan alih-alih menaikkan harga BBM bersubsisi, sebaiknya pemerintah memperketat pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan menambal kebocoran kepada yang tidak berhak.
“Karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi. Penghematan dari pengawasan distribusi cukup membantu penghematan anggaran,” kata Bhima.
Bhima juga menyarankan agar pemerintah menunda proyek infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN), Bendungan Bener dan pengembangan sejumlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dana infrastruktur bisa dialokasikan untuk menambah besaran subsidi energi.
“Pemerintah juga dibekali dengan UU darurat keuangan dimana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik,” tukas Bhima.
Adapun harga minyak mentah dunia mulai mengalami kenaikan sejak Senin pagi. Harga minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 97,34 per barel, naik 0,83% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) bertengger pada harga US$ US$ 91,31 per barel, naik 0,85%.