TAREMPA, AnambasPos.com – Sejak meninggal dunia pada tahun 1998 yang lalu, nama Sasterawan Besar Ibrahim Sattah nyaris tidak terdengar lagi di jagad seni nasional bahkan lokal Riau, yang dulu tempat dia diorbitkan sebagai penyair ternama.Ibarahim Sattah, adalah seorang Saterawan Besar yang telah mendunia. Dia putra kelahiran Anambas pada tahun 1943.
Sebelumnya, di era tahun 70-an, Ibrahim Sattah telah membacakan sajak-sajaknya hinga ke dunia Internasional seperti Belanda, Malaysia, Singapura dan beberapa negara lainnya. (Sumber: Kumpulan Sajak Ibrahim Sattah, Dan Dan Did, Ibrahim, Hai Ti. Unri Press 2006)
Bait demi bait syair yang dulu telah dipekik-nya pada panggung kesusatreraan internasional itu, seperti Dan Dan Did, San Sauna dan Hai Ti, pelan-pelan kini mulai terdengar kembali. Mengisi ruang-ruang hampa di negeri berjuluk Kayuh Serentak Langkah Sepijak ini.
Mungkin saja tersebab memang Anambas-lah, alamnya seorang Ibrahim Sattah di masa kanak-kanaknya. Drs. H. Kamaruzzaman atau yang lebih akrab disapa Haji Mamai di Anambas, adalah salah seorang penikmat dan penggemar Sajak-sajak Ibrahim Sattah. Bait-bait lafazd sajak Ibrahim Sattah kerap kali di-shering dan menjadi tema diskusi ringan di group what’s app Anambas Bermadah, salah satu group what’s app terpopuler di Anambas saat ini.
Sejumlah seniman lokal Anambas, memang pada enam tahun belakangan, mencoba mengangkat kembali karya-karya besar Ibrahim Sattah yang sempat menembus jagad kesenian internasional itu ke permukaan, melalui perlombaan baca sajak Ibrahim Sattah di tingkat pelajar se – KKA dalam berbagai even seni dan budaya.
Bagi seniman lokal Anambas, nama besar Ibrahim Sattah itu, saat ini merupakan ikon seni yang paling dianggap sangat layak untuk diorbitkan menjadi Ikon Kesenian Anambas, guna mengangkat nama Anambas di mata dunia luar, khususnya di bidang seni kesusasteraan.
Lomba Baca Sajak Ibrahimm Sattah secara khusus itu, juga telah menjadi materi acara utama dalam Gelar Festival Pesona Seni Budaya Melayu (GFPSBM) yang diadakan pada setiap dua tahun sekali sejak tahun 2015 hingga tahun 2019 di KKA oleh Lembaga Seni Tuah Sakti yang diseponsori oleh Premier Oil dan SKK Migas.
Efek samping dari bait-bait sajak beraliran ‘mantera’ Ibrahim Sattah yang kerap diperlombakan di Anambas itu, mampu memukau sejumlah stackeholder di Anambas. Wakil Bupati (Wabup) Anambas, Wan Zuhendra misalnya, orang nomor dua di Anambas itu terlihat telah berani bersajak di hadapan ratusan masyarakat Anambas pada Malam Penutupan GFPSBM ke-3 di Gedung BPMS belum lama ini. (Sumber : Tuah Sakti, Sajak berjudul KAU, oleh Wan Zuhendra)
Bahkan bukan saja bersajak. Tapi seorang Wabup sebagai orang nomor dua di Anambas itu, juga sekaligus telah mampu menjadi penyair. Karena telah melafazdkan bait-bait syair hasil ciptaannya sendiri ketika itu.
Side effeck lainnya, guru-guru di Anambas kabarnya, dalam momentum peringatan Hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tahun ini, juga akan mengadakan Lomba Baca Sajak Ibrahim Sattah Tingkat Guru Se- KKA.
Sekretaris Daerah (Sekda) KKA, Sahtiar, SH, MM selaku Koordinator Perhimpunan Melayu Raya (Hi Melaya) KKA, juga meminta agar dibacakan Sajak Ibrahim Sattah pada acara Penabalan Pengurus Hi Melaya KKA yang akan diadakan pada Minggu malam (13/10/2019) di Gedung BPMS, Tarempa.
JIka bukan dari alamnya sendiri yaitu Anambas, rasanya sangat tidak mungkin karya-karya besar Ibrahim Sattah mampu memukau dunia kembali. Tersebab, Ibrahim Sattah pada hakikatnya adalah milik Anambas karena lahir di Alam Anambas. Kerja-kerja peduli seni ‘tingkat dewa’-lah, bagi seluruh pihak terkait di Anambas yang akan kembali menjadikan Ibrahim Sattah dan Anambas mampu memukau dunia.(Redaksi)