Sementara itu, Ketua Forsesdasi, Lalu Gita Aryadi melihat adanya disrupsi politisasi birokrasi menjelang tahun politik 2024. Kondisi ini perlu menjadi perhatian para penjabat daerah. Apalagi posisi strategis birokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan sangat berpotensi disalahgunakan menjadi vote getter atau pengumpul suara.
Para penjabat kepala daerah dari unsur ASN, kata Lalu, memiliki keuntungan tersendiri, mengingat birokrat memiliki pengalaman tata kelola internal pemerintahan. Selama ini juga terlibat dalam penguatan pada aspek eksternal, seperti mengelola stabilitas politik, masyarakat, dan media.
“Pengalaman yang didapat dalam pengawasan netralitas ASN pada Pilkada 2020 dapat menjadi poin berharga bagi pencegahan pelanggaran netralitas pada daerah-daerah yang dipimpin oleh penjabat kepala daerah,” terang Lalu Gita Aryadi.
Menurut Lalu, upaya yang harus dilakukan untuk menjaga netralitas birokrasi di antaranya memperkuat integritas ASN, memperkuat lembaga pengawasan, dan memberikan sanksi kepada aktor politik yang mengarahkan ASN tidak netral.
Masih dalam acara yang sama, anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menjelaskan pemerintah perlu memperhatikan rambu-rambu dalam putusan MK, yakni dengan melakukan tindakan seperti membuat peraturan teknis turunan dari UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Pemerintah membuat pemetaan kondisi riil daerah, meminta pendapat dan masukan DPRD, kepala daerah dan masyarakat setempat, serta memberi ruang kepada masyarakat untuk memberi masukan terkait evaluasi atas kinerja penjabat,” tegas Titi Anggraini.
Titi menegaskan pemerintah sebaiknya membuat aturan penjabat kepala daerah dilarang mengikuti pilkada agar dalam pelaksanaan tugas tidak bermotif investasi politik.