JAKARTA, AnambasPos.com – Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menepis anggapan pemerintah telah menghalangi kebebasan berekspresi. Hal ini terkait adanya pembatasan pendaftaran pendanaan organisasi non-pemerintah. Jaleswari mengatakan sudah ada payung hukum yang mengatur segala ruang lingkup terkait organisasi kemasyarakatan (ormas), mulai dari aspek pendaftarannya, pendanaannya, termasuk operasionalnya. Misalnya, Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perubahan UU 17/2013 tentang Ormas, termasuk peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
“Pengaturan tersebut juga tidak perlu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat. Perlu diingat bahwa pengaturan mengenai hak berserikat juga dimungkinkan dan diberikan ruangnya oleh konstitusi kita. Hal ini untuk menjamin iklim kebebasan berserikat di Indonesia tetap sejalan dengan maksud pembatasan yang diperbolehkan dalam konstitusi, di antaranya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,” kata Jaleswari dalam keterangannya, seperti dikutip dari Beritasatu.com, Minggu (20/2/2022).
“Rasio konstitusional terkait pengaturan mengenai kebebasan berserikat tersebut pun merupakan praktik yang lumrah bila dikomparasikan dengan praktik di negara-negara demokrasi lainnya,” imbuhnya.
Dia menuturkan di dalam peraturan perundang-undangan terkait juga terdapat rambu-rambu yang mengatur larangan untuk dilakukan oleh ormas. Sebagai contoh, larangan ormas menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Kemudian, larangan melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI. Selanjutnya, larangan untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat mendukung tindak pidana terorisme.
“Apabila terdapat mekanisme prosedural yang diterapkan oleh pemerintah, hal tersebut semata-mata dilakukan untuk menjamin ormas di Indonesia berjalan dalam kerangka rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terkait,” ujar Jaleswari.
“Kemudian, apabila ada tuduhan organisasi asing tidak dapat memberikan dana ke masyarakat sipil, hal tersebut jelas salah, karena salah satu sumber pendanaan masyarakat sipil dapat berasal dari bantuan/sumbangan dari lembaga asing,” imbuhnya.
Akan tetapi, menurutnya, tentu dalam proses pemberian bantuan tersebut ada prosedur yang harus dilewati.
“Hal ini untuk menjamin bahwa bantuan yang disalurkan tidak ditujukan untuk mendukung kegiatan ormas yang bertentangan dengan larangan yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan terkait ormas. Misal kegiatan terorisme, separatisme, serta kegiatan yang bertentangan dengan hukum Indonesia lainnya. Hal demikian juga sama berlakunya terhadap kegiatan ormas yang didirikan oleh warga negara asing yang beroperasi di Indonesia,” ujarnya.