AnambasPos.com – Dewan Pers sedang menyusun instrumen aturan perlindungan terhadap wartawan dalamr angka mencegah tindakan doxing. Instrumen ini berupa standar perlindungan profesi wartawan yang akan dituangkan dalam bentuk surat keputusan (SK) Dewan Pers.
Ketua Komisi Pemberdayaan Organisasi Dewan Pers Asep Setiawan mengatakan dalam waktu 3 tahun terakhir ini, Dewan Pers menyusun standar perlindungan profesi wartawan. Ini merupakan instrumen untuk mengantisipasi hal-hal yang terkait dengan doxing dan perlindungan profesi wartawan.
Draf SK Dewan Pers, kini sudah dalam tahap finalisasi. Draf SK tersebut telah disetujui dalam rapat pleno dan sekarang tinggal melakukan penyempurnaan.
“Selama ini kita punya satgas anti kekerasan yang responsif, seperti terjadi di beberapa wilayah Indonesia, satgas langsung turun ke lapangan melakukan aplikasi dan advokasi. Nah, sekarang kita sudah ada rumusan yang secara garis besar memasuki tahap akhir. Sudah disetujui oleh pleno. Namun formulasinya barangkali masih perlu disempurnakan,” kata Asep Setiawan dalam acara Media Lab dengan tajuk “Dampak Doxing terhadap Jurnalis dan Solusinya” yang digelar Dewan Pers, dikutip dari Beritasatu.com, Selasa (26/4/2022).
Asep mengatakan selama ini instrumen perlindungan terhadap profesi wartawan telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU Pers Pasal 1 ayat (8), perlindungan sebagai sebuah entitas. Artinya, di Indonesia sudah tidak boleh lagi dilakukan penyensoran atau penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi, baik oleh siapa saja, negara, individu maupun kelompok.
“Tidak boleh lagi ada kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang melakukan penyensoran. Di sini sudah ada definisi yang jelas, termasuk doxing itu bahwa tidak boleh lagi ada penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Jadi, instrumen perlindungan wartawan secara detail sudah ada dalam UU Pers,” ujar Asep.
Kemudian, UU Pers juga menjamin kemerdekan pers sebagai hak asasi warga negara termasuk jurnalis yang menjalankan pekerjaannya. Dalam Pasal 4 ayat (2), tertulis perlindungan terhadap wartawan. “Jadi, wartawan itu dalam melakukan pekerjaannya dilindungi oleh UU. Karena itu, tidak boleh lagi ada larangan atau ancaman bagi wartawan,” terang Asep.
Pada Pasal 8 UU Pers, Asep menerangkan wartawan dalam melakukan tugasnya baik itu mengumpulkan data melalui wawancara, investigasi melalui audio dan video maupun mengolah data dan mempublikasikannya, profesi wartawan mendapatkan perlindungan hukum, termasuk di ranah digital.
Meski sudah ada UU Pers, menurut Asep, Dewan Pers ingin mendetailkan lagi bagaimana perlindungan terhadap wartawan, termasuk terkait doxing. “Kalau di dalam UU kan perlindungan secara umum, secara detail kita buat standar perlindungan profesi wartawan. Sekarang sudah tahap finalisasi. Mudah-mudahan ini segera dijadikan peraturan Dewan Pers,” tuturnya.
Standar perlindungan profesi wartawan memuat isi terkait soal keamanan dan keselamatan kerja bagi wartawan. Keamanan adalah kondisi situasi bebas dari ancaman atau bahaya dalam menjalankan tugas sehari-sehari. Sedangkan keselamatan kerja adalah memberikan jaminan bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Dengan adanya instrumen ini, Asep mengatakan, Dewan Pers sudah membuat instrumen khusus dalam mencegah kejahatan dalam bentuk doxing terhadap wartawan. Dewan Pers sudah membuat aturan spesifik untuk memberikan perlindungan secara fisik maupun mental. Sebab, doxing ini larinya ke kesehatan mental.
Akan tetapi, Asep mengatakan standar perlindungan profesi wartawan ini tidak berlaku bagi awak media yang sedang tidak menjalankan tugas jurnalistiknya, kemudian membawa profesinya untuk menyelamatkan diri sendiri.
“Kalau misalnya lagi di luar (tugas jurnalistik), itu ada undang-undang lain atau hukum lain yang melindunginya. Jadi, tidak bisa seorang wartawan itu kemudian melakukan perusakan atau melakukan statement yang kemudian menimbulkan kegaduhan kemudian mengatakan, ‘saya wartawan’. Nah, ini beda ya nanti kita diskusikan, ranahnya beda,” tegas Asep.