AnambasPos.com – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmon J. Mahesa meminta agar aparat hukum memberantas mafia tanah. Desmon merasa prihatin dengan kasus mafia tanah yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, dari banyak laporan yang masuk ke komisi bidang hukum ini, mayoritas mempersoalkan kasus mafia tanah yang melibatkan oknum aparat.
“Laporan yang masuk ke Komisi III itu tertinggi di Surabaya. Banyak kasus itu terjadi dimana rakyat sebagai pemilik tanah berhadapan dengan mafia tanah,” kata Desmon, Jumat (27/5/2022) di Jakarta.
Karena itu, dia meminta Jaksa Agung bersama KPK untuk pro aktif lagi memantau kasus mafia tanah ini. Sebab kecenderungan selama ini, laporan yang masuk ke komisi yang dipimpinnya ini, kebanyakan mafia tanah ini bermain dengan oknum pejabat, dikutip dari Beritasatu.com.
“Dan kecenderungannya memperdaya masyarakat yang posisinya lemah,” kata Desmon.
Oleh sebab itu Desmon mengungkapkan Komisi III DPR ini dalam masa sidang ini akan mengagendakan masalah mafia hukum bersama Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK. Politisi Gerindra ingin agar ruang gerak mafia tanah ini benar-benar ditutup. Desmon menyatakan bahwa banyak kasus tanah yang terjadi karena adanya duplikasi sertifikat.
“Banyak kasus di daerah karena duplikasi sertifikat,” ucap dia.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Perwakilan Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) Advokat Indonesia cabang Surabaya, Johanes Dipa Widjaya mengadukan kasus mafia tanah yang menimpa petani di daerahnya, Mulyadi Hadi ke Komisi III DPR.
Ia berharap dengan aduannya tersebut dapat memberikan perlindungan hukum kepada petani asal Lontar ini lantaran tanah miliknya diserobot.
“Kami mohon Ketua DPR, Ketua MPR dan Komisi III DPR memberikan perlindungan hukum kepada klien kami karena presiden kita sedang gencar-gencarnya memberantas mafia tanah,” kata Johanes.
Johanes menilai kasus mafia tanah ini sangat nampak dialami oleh Mulyadi. Sebab tanah miliknya yang telah mendapat pengakuan dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berkekuatan hukum tetap, namun upaya untuk penguasaan lahan secara paksa tetap nyata. Bahkan diduga melibatkan aparat penegak hukum.
“Klien kami diserang dan diusir dari tanahnya tersebut melibatkan orang suruhan. Tak sampai di situ, klien kami juga dilaporkan atas dugaan pemalsuan sertifikat. Padahal putusan PTUN jelas mengakui keabsahan sertifikat yang dikuasai klien kami,” pungkas Johanes.