JAKARTA, AnambasPos.com – Setiap masyarakat berkeinginan perkara yang diajukan segera ditangani agar mendapatkan kepastian hukum. Oleh karena itu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin menginginkan hakim membangun kesatuan hukum dan konsistensi putusan dalam setiap penanganan perkara.
Saat menggelar rapat pleno Hakim Agung, Syarifuddin berharap para hakim meningkatkan profesionalitas Hakim Agung dan mempercepat proses penyelesaian perkara.
“Rapat untuk meningkatkan profesionalitas Hakim Agung dan mempercepat proses penyelesaian perkara. Karena keterlambatan dalam memberikan keadilan adalah bentuk ketidakadilan,” kata Syarifuddin di rapat pleno, dalam keterangan tertulis, seperti dilansir Merdeka.com, Jumat (19/11/2021).
Syarifuddin menambahkan, rapat juga bertujuan untuk mewujudkan tujuan utama Mahkamah Agung yang telah menerbitkan beberapa kebijakan. Seperti, kebijakan waktu dalam Penanganan Perkara di Mahkamah Agung dari satu Tahun menjadi 250 hari.
“Sehari setelah diterbitkan SK KMA Nomor 213/KMA/SK/XII/2014 sebagai penyempurnaan terakhir atas Pedoman Penerapan Sistem Kamar, Mahkamah Agung kemudian menerbitkan SK KMA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, sebagai pengganti dari regulasi sebelumnya,” jelas Syarifuddin.
Selain mempersingkat jangka waktu penanganan perkara di Mahkamah Agung, lanjut Syarifuddin, SK KMA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 juga membagi alur penanganan perkara di Mahkamah Agung ke dalam 9 (sembilan) tahapan kerja. Mulai dari perkara diterima hingga pengiriman kembali berkas perkara ke pengadilan pengaju, termasuk rincian waktu pada setiap tahapan dan penanggung jawab pada masing-masing tahapan kerja yang bersangkutan.
“Dengan adanya pembagian tahapan kerja yang diuraikan secara rinci, maka proses berjalannya berkas perkara mulai dari awal diterima hingga dikirim kembali ke pengadilan pengaju menjadi lebih terkendali dan terukur,” katanya.
Syarifuddin menegaskan, setiap perkara yang ditangani memiliki tingkat kerumitan dan kompleksitas yang berbeda-beda. Tetapi hal itu tidak bisa menjadi alasan bagi Mahkamah Agung untuk tidak menjalankan sesuai ketentuan yang digariskan dalam SK KMA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 tersebut.