Berita   -

Apa Kabar Petani Anambas ? (Tajuk Redaksi Anambas Pos)

Dibaca: 202 x

Petani cengkeh saat panen. Harga Cengkeh menurun di Anambas

12 tahun sudah Kepulauan Anambas berubah menjadi sebuah kabupaten baru, yang dulunya hanyalah terdiri dari beberapa kecamatan, saat bergabung dengan kabupaten induk Natuna.Jauh sebelumnya, Kawasan Kepulauan Anambas, hanyalah terdiri dari dua kecamatan asal yaitu Kecamatan Siantan dan Kecamatan Jemaja, yang pada ketika itu masih tergabung dalam satu kawasan Pulau Tujuh. Sebuah nama yang memiliki historis yang kini tinggal kenangan.

Masa itu, segala akses dan infrastruktur sangat terbatas. Mulai dari akses transportasi, informasi hingga komunikasi yang sangat minim dan sulit. Hebatnya, masyarakat kala itu, tidak bergantung hidupnya dengan pemerintah dalam memperoleh penghasilan. Cukup dengan bertani dan memancing ikan, mampu menghidupkan keluarganya, membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya. Tidak terlalu mencolok kesenjangan pada masa itu.

Antara menjadi petani dan nelayan, masyarakat pada priode itu, sangat masih berimbang penghasilannya, walau memang itu pun tidaklah juga besar-besar sangat. Jika siang hari, biasanya mereka pergi ke kebun, meng-asap dan membersihkan lahan kebun. Bercocok tanam seperti bertanam lada, pisang, aneka ubi, sayur mayur, aneka buah, cengkeh, karet, kelapa, padi dan beberapa komoditas pertanian lainnya.

Jika malam tiba, mereka pula melaut. Memancing ikan dan menanggul cumi yang biasanya banyak keluar pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu strongkeng dengan jongkong sebagai fasiliats memancing seadanya. Keesokan harinya, begitu pagi-pagi sekali, hasil tangkapan itu dijual dengan cara menjajakan di sepanjang jalan hingga ke rumah-rumah warga. Lumayan, dapat membiayai satu sampai dua hari kebutuhan keluarganya.

Begitulah seterusnya. Aktifitas itu berlangsung selama 10 hingga 11 bulan lamanya dalam satu tahun. Khusus untuk satu bulan, begitu masuk musim utara, biasanya digunakan untuk waktu beristirahat sebagai nelayan. Namun tetap sebagai petani. Bahkan, musim penghujan itu, selalu dimaksimalkan untuk bercocok tanam.

BACA JUGA  SMPN 1 Siantan dan SMPN 3 Sedak, Gelar Kemah Pramuka Millennials

Kini, sudah 12 tahun kawasan ini berubah menjadi sebuah kabupaten baru, sepertinya sektor pertanian dan perkebunan tidak lagi seiring dan seirama dengan sektor nelayan. Sebab, hampir sulit kita temukan petani karet, petani ubi, petani lada, petani pisang dan cengkeh yang menggarap lahannya untuk bercocok tanam. Mengembangkan hasil pertaniannya. Sebab, hasil produksi pertanian di Anambas saat ini, tidak laku alias tidak dibeli di pasar lokal Anambas.

Hal itu berbeda dengan nelayan. Walaupun kerap kali terdengar adanya kisruh tentang nelayan di Anambas, namun berprofesi menjadi nelayan adalah solusi dan pilihan berusaha bagi sebagian besar masyarakat  dalam memenuhi biaya ekonomi keluarga mereka. Ikan tetap masih ada jaminan terjual dan masih memiliki pasar lokal.

Karena itulah mungkin mengapa petani yang dulunya juga nelayan, kini lebih memilih menjadi nelayan saja dan meninggalkan puluhan dan bahkan ratusan hektar lahan milik mereka, menjadi semak belantara. (Harga cengkeh anjlok, Petani di Kepulauan Anambas Mengeluh / Seputarkepri.co.id edisi 27 Januari 2021) 

Sembari berdoa, semoga Pemerintah Daerah (Pemda) Kepulauan Anambas mendatangkan segera solusinya. Semoga lahan yang terhampar dan terbentang luas di negeri ini, ke depannya dapat menjadi lahan produktif dengan produk -produk unggul  pertanian. Petani kembali ke kebun, sawah dan ladangnya. Akan ada pasar lokal yang menampung produk hasil pertanian  mereka. Dan merekapun kembali tersenyum dan bangga menjadi petani.*****

 

 



Terhubung dengan kami

     


Pasang Iklan Banner klik DISINI