Oleh : Asril Masbah
BATAL PULANG
Melalui waktu-waktu yang punah tanpa makna
Terjebak di kabutnya rantau bersama Corona
Tanpamu, kini terasa semuanya bagai beban yang menghempas dada
Keluar dari zona hijau terakhir untuk bebas mengukir pelangi
Padahal semua itu cuma sebatas teori,
Pemikiran mereka yang mengaku bijaksana di tengah pekik rakyat jelata
“jangan pulang,” katanya
Bukan, sekali lagi bukan pertumpahan darah dalam kisah pilu ini
Hanya air mata yang berlinang tanpa makna dan erangan tanpa luka
Entah untuk apa mereka mengusirmu pergi
Bersama gugurnya dedaunan menghias rumah tua di kota lama ini
Tanpa terasa sekejap lagi bulan Juni, sudah dua purnama tertahan
Tak bisa aku teruskan langkah pulang
Di bangku kosong, rintik hujan dan derai dedaunan menyadarkan aku
Langkah menjadi semakin berat, rindu kian membeku
Bahwa ternyata begitulah dunia, seperti rindu kita
MENGENANG DIA
Dengan huruf – huruf tebal, aku ukir sendiri namamu
Rangkaian kata – kata di layar komputer buram mucul dari papan keyboard yang tertekan teramat dalam hingga menusuk ulu hati
Jiwaku membatin
Hanya lafazd sendu doa yang dapat aku kirimkan dalam suasana Covid yang menghimpit
Berharap kau adalah satu-satunya pemilik kenanganku tentang berdua
Terasa kian jauh kita dipisahkan oleh para penguasa sejagad raya
Namun aku semakin jatuh cinta padamu
Aku suka mengenagmu saat menari-nari di celah -celas angin
Tubuhnmu kuyup dan mendekapku begitu erat
Aku suka mengenangmu bicara, merdu mengalahkan kicauan alam
Bahkan saat kau mulai terdiam, aku semakin jatuh cinta
Rasa damai memukau di setiap rasa penghormatan yang kau berikan padaku
Tidak ada bosan aku melihat kau bermain dengan hujan
Sabarlah adinda, aku pasti akan pulang dan kita akan bercerita lagi tentang indahnya awan.