ANAMBASPOST.COM — Meninggalnya seniman Suyadi atau Pak Raden pada Jumat (30/10/2015) malam mengejutkan banyak pihak. Masih ingat di benak bagaimana Pak Raden berjuang mencari biaya pengobatan penyakitnya. Salah satunya dengan menjual karya lukisannya kepada Joko Widodo.
Dengan menggunakan kursi roda, Pak Raden menyambangi Balai Kota, Jumat (13/9/2013) lalu. Ia berniat menjual lukisannya seharga Rp 60 juta kepada Jokowi yang saat itu masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Seniman yang dikenal dengan perannya sebagai tokoh berkumis lebat itu harus memendam kekecewaan. Pasalnya, ia tak bisa bertemu Jokowi yang kala itu sedang mengunjungi Pasar Blok G Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Baca: Karya Pak Raden Melegenda tetapi Kondisi Ekonominya Morat-marit )
Kedatangan Pak Raden akhirnya diterima oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“(Membuat lukisan) itu membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga. Kalau lukisan ini laku, saya gunakan untuk berobat kaki saya,” kata Pak Raden di Balai Kota saat itu. (Baca: Ini Lukisan Terakhir Mendiang Pak Raden yang Belum Selesai)
Tolak tawaran Ahok
Basuki kemudian menawarkan Pak Raden untuk menjual lukisan berjudul “Perang Kembang” itu ke Direktorat Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Perekonomian Kreatif (kini Kementerian Pariwisata). Pak Raden menolak penawaran Basuki.
Pasalnya, menurut Pak Raden, Jokowi mewakili sosok kesatria seperti yang ia lukiskan dengan cat minyak di atas kanvas berukuran 90 x 40 cm tersebut sehingga ia hanya ingin Jokowi yang membeli lukisannya.
Lukisan berjudul “Perang Kembang” yang dijual kepada Jokowi itu berkisah tentang perlawanan kesatria melawan raksasa. Dalam pementasan wayang orang dan wayang kulit gaya Surakarta, adegan “Perang Kembang” selalu ditampilkan dan menjadi adegan favorit bagi penonton karena indah, seru, dan menghibur. (Baca: Pak Ogah Terpukul Kehilangan Pak Raden)
Ingin terbitkan buku
Selain uangnya akan dipergunakan untuk biaya berobat, Pak Raden berencana menggunakan uang hasil penjualan lukisannya untuk menerbitkan tiga buku anak-anak tentang pewayangan. Buku pertama berisi pengenalan wayang orang kepada anak-anak melalui anak perempuan yang bernama Suti.
Buku kedua tentang pengenalan wayang kulit kepada anak dengan tokoh utama bernama Trimo. Trimo merupakan siswa SD inpres yang memiliki bapak dengan profesi sebagai dalang dan ia selalu membantu pementasan bapaknya serta buku ketiga bercerita tentang tokoh bernama Sumantri. Buku itu berkisah tentang persahabatan dan cinta Tanah Air. (Baca: Keponakan: Pas Saya Jenguk, Pak Raden Masih Bernyanyi )
Mendongeng PNS DKI
Seusai bertemu Basuki, Pak Raden mendongeng di selasar Balai Kota. Aksinya menarik perhatian wartawan, pegawai negeri sipil (PNS) DKI, dan beberapa warga di tempat itu.
Pak Raden membawakan cerita berjudul “Mari Buka Celana” dan “Bersyukur”. Dongeng “Mari Buka Celana” bercerita tentang seorang ibu yang memiliki lima orang anak yang bernama Maribu, Marika, Marice, Marila, dan Marina. (Baca: Menteri Anies: Pak Raden Sosok Multitalenta dan Pendongeng Sejati)
Adapun dongeng “Bersyukur” bercerita tentang seorang nenek yang sudah tidak memiliki kaki secara lengkap, tetapi nenek tersebut tak pernah lupa untuk bersyukur dan mengucap syukur.
Pada kesempatan itu, Pak Raden juga meminta izin untuk mengamen dan menawarkan lukisan terbarunya. Pak Raden wafat pada usia 82 tahun di Rumah Sakit Pelni, Petamburan, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2015) malam.
Sumber : www.kompas.com