Menyibak Sejuta Makna dari ” GELAR PESONA SENI DAN BUDAYA MELAYU ANAMBAS”
APRESIASI setinggi tingginya sangat pantas teruntuk para pihak penggagas, supporting, pelaku seni, dan sponsor atas terselenggaranya acara ‘GELAR PESONA SENI DAN BUDAYA MELAYU’ di Anambas tahun 2015 yang baru saja digelar.
Pertanyaan yang patut pula diketengahkan adalah ‘orang Melayu lupakan Melayu’ . Mengapa demikian?. Menakarnya mudah saja dengan baro meter mata kepala. Sudahkah ada kita selaku orang Melayu berkifrah secara maksimal sesuai dengan background kita masing-masing di Anambas.
Kontribusi terbesar tentu diharapkan datang dari sentuhan tangan-tangan dingin bagi para pihak pengambil keputusan dan kewenangan yakni Pemkab dan DPRD Anambas. Sebab ditangan mereka ditentukan kebijakan anggaran untuk memberikan pembinaan secara berkesinambungan.
Even seni dan budaya Melayu, yang merupakan konten lokal semestinya dapat menjadi even tahunan. Apalagi sebagai upaya menghadapi geliat pariwisata dimana Anambas adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.
Lantas dimana istilah seperti ‘tak Melayu hilang di bumi, esa hilang dua terbilang, patah tumbuh hilang berganti, membujur lalu melintang patah, sekali layar terkembang berpantang surut ke belakang?’
Sudah memasuki priode pemerintahan kedua, faktanya kekuatan lokal kita sebagai orang Melayu serasa kehilangan roh-nya di bumi sendiri. Belum ada keberpihakan kebijakan secara maksimal. Belum ada even tahunan yang menjadi kebanggaan kita orang Melayu di daerah.
Begitu juga infrastruktur pendukung seperti Rumah Adat Melayu, Museum Khazanah Melayu, Balai Seni dan Budaya masih belum muncul dalam mata anggaran di APBD 2016. Padahal hal itu semestinya sudah tersedia sebagai wujud apresiasi dan kepedulian kita orang Melayu guna mendorong kreatifitas positiv generasi kekinian.
Tapi itulah kita orang Melayu, selalu sederhana dan bersahaja, tidak ada istilah rugi, pasti beruntung dalam kondisi seterpuruk apapun. Untunglah masih ada sesosok anak muda yang bernama Reci Kardiman, Zubir dan kawan-kawan yang telah memposisikan diri sebagai pelaku seni alias seniman. Mereka adalah putra daerah yang aktiv di Jakarta mengeksplor kemampuan seninya dan mau balik kampung mengingatkan kita semua bahwa kita mesti berupaya menjaga kelestarian seni dan budaya daerah Anambas yang kita banggakan ini.
Tidak ada kata terlambat dalam berkontribusi. Semoga helat Gelar Pesona Seni dan Budaya Melayu Anambas kemarin menjadi pemicu kita semua untuk membela nama besar orang Melayu. Paling tidak itulah makna yang mesti mampu kita ‘sibak’ sebelum budaya Melayu tergerus oleh perkembangan kekinian. Wassalam.
Sebuah Ulasan Budaya oleh :
Asril Masbah/ Pemerhati Budaya/ Pimred Anambas Pos.