Anambaspos.com – Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menginginkan penyederhanaan mata uang rupiah atau redenominasi masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Menanggapi hal tersebut kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono mengatakan, rencana tersebut sangat baik. Namun saat ini kondisi ekonomi nasional masih belum kondusif.
“Indonesia butuh dan saya setuju, tapi ekonomi Indonesia saat ini lagi sumpek memang inflasinya rendah tapi banyak tekanan di fiskal hingga kredit perbankan,” Kata Tony di Gedung MA, Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Dia mengatakan, daripada mengurusi redenominasi lebih baik pemerintah fokus untuk membenahi urusan fiskal di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sementara dari sisi perbankan mengupayakan pertumbuhan kredit yang lebih baik.
“Kalau pertumbuhan ekonomi bagus dan tidak mepet di angka 5% itu akan baik, ini waktunya saja kurang pas,” ujar dia.
Menurut Tony, redenominasi itu membutuhkan suasana yang tenang dan stabil. Sehingga tidak menimbulkan reaksi yang berlebihan dari masyarakat.
Dia menjelaskan, padahal Indonesia pernah mengalami posisi terbaik di ekonomi yakni pada periode 2011 saat quantitative easing (QE) oleh Amerika Serikat masuk ke Indonesia.
“Tahun 2011 itu Indonesia siap, QE masuk rupiah menguat di posisi Rp 8.600, timing-nya pas harusnya dipersiapkan itu,” tambah dia.
Menurut dia, kondisi ekonomi Indonesia paling baik pada Juli 2011 kemudian terkoreksi dalam waktu 2 tahun yakni 2013. (red/bis)
Sumber : detikfinance