Anambaspos.com – Perekonomian nasional yang hanya tumbuh 5,01% belum mencerminkan daya beli masyarakat masih kuat, meskipun konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh tipis di kuartal II-2017 menjadi 4,95% dari kuartal sebelumnya 4,94%. Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengatakan, ketidakpastian perekonomian global masih menjadi faktor utama perekonomian Indonesia menjadi anomali.
Dia menyebutkan, anomali terjadi dikarenakan banyaknya penyesuaian yang harus dilakukan masyarakat, seperti di sektor komoditas yang harga jualnya belum memberikan kepastian meskipun saat ini tengah mengalami peningkatan.
“Jadi perubahan signifikan turunnya harga komoditas tambang, sawit. Membuat masyarakat pindahkan pola konsumsinya,” kata Berly di Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Dengan ketidakpastian ini, kebanyakan masyarakat yang awalnya jor-joran dalam belanja lebih memilih untuk menahan, hingga mendapatkan kepastian dari kondisi perekonomian. Aksi menahan belanja kebanyakan di kelas menengah atas yang sebetulnya masih memiliki daya beli tinggi. Namun, aksi menahan langsung berdampak terhadap daya beli masyarakat menengah bawah yang sangat tergantung dari ekspansi kelas menegah atas.
Lanjut Berly, aksi menahan belanja masyarakat juga dikarenakan kurang nyamannya dengan isu-isu yang berkembang di Indonesia, bahkan kebijakan pemerintah.
“Kelas menengah itu saat ini lagi khawatir, jadi kelas menengah bawah ini jangan dibikin takut, kemarin ada soal kartu kredit di cek, lalu rekening Rp 200 juta akan di cek, ini menjadi khawatir, PTKP akan di turunkan, sehingga banyak khawatir dan orang tidak spending,” tambah dia. Oleh karenanya, Berly berharap pemerintah memberikan kondisi yang aman lantaran di kuartal III masih ada potensi untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Adapun yang bisa dilakukan pemerintah dengan mempercepat penyerapan dana desa oleh pemerintah daerah ke sektor produktif, realisasi belanja pemerintah bisa ditingkatkan lagi. Pemerintah juga harus menghilangkan kekhawatiran masyarakat soal yang aneh-aneh, misalnya kebijakan yang tidak konsisten hingga kegaduhan politik.
“Karena kuartal III potensi konsumsi meningkat cukup tinggi, asal enggak ada yang aneh-aneh,” tutup dia.(bs/red)
Sumber : finance.detik.com